LiputanHK DaminSada || Bekasi – Tim kuasa hukum korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur menegaskan bahwa perjuangan hukum belum selesai. Meskipun pelaku utama telah divonis 11 tahun penjara oleh Majelis Hakim dalam perkara Nomor: 129/Pid.Sus/2025/PN.Ckr (Perkara Khusus Anak), masih ada satu tersangka lain yang hingga kini belum diproses hukum, yakni Niko. Ia masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Unit PPA Satreskrim Polres Metro Bekasi.
Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, penasihat hukum korban, mendesak pihak kepolisian untuk segera menangkap Niko agar keadilan benar-benar ditegakkan.
“Kita tidak bisa menutup perkara ini seolah-olah keadilan sudah tegak. Masih ada pelaku lain yang berkeliaran bebas! Ini bukan perkara selesai satu orang, selesai semuanya. Jangan jadikan keadilan sebagai dagangan temporer,” tegas Aslam kepada awak media.
Vonis Ringan, Trauma Berat
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa utama dengan hukuman 10 tahun penjara, subsider 1 bulan, dan denda Rp100 juta. Majelis Hakim kemudian memutuskan vonis 11 tahun penjara, subsider 3 bulan, dan denda Rp1 miliar.
Namun bagi korban, vonis ini jauh dari cukup. Ia mengalami trauma berat: diperkosa sebanyak tiga kali, hamil, melahirkan, dan kini harus merawat anak seorang diri.
“Keadilan tak cukup ditulis dalam amar putusan. Ia harus dirasakan korban. Tapi apa yang dirasakan korban hari ini? Luka, ditinggalkan, dan terasing dari lingkungannya,” tambah Aslam.
Korban Terasing, Keluarga Tak Didukung
Keluarga korban kini hidup dalam pengasingan sosial dan merasa tak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Bahkan dalam proses hukum, mereka merasa ditinggalkan oleh aparat penegak hukum.
Tim kuasa hukum mengungkapkan bahwa Jaksa Penuntut Umum diduga memutus komunikasi sepihak dengan memblokir nomor orang tua korban. Sementara mediasi yang pernah dijanjikan oleh pihak pelaku tidak pernah terealisasi. Sidang pembacaan putusan bahkan sempat ditunda tanpa alasan jelas dari 1 Juli menjadi 22 Juli 2025.
Parulian Hutahaean, Ketua Tim Advokasi, menyebut perlakuan ini sebagai bentuk nyata pengabaian terhadap hak-hak korban.
“Hukum yang tidak sensitif terhadap korban adalah hukum yang gagal. Kami sudah bersabar, tapi kini saatnya kami bicara lebih keras,” ujarnya.
Gugatan Perdata dan Tekanan untuk Penegakan Hukum
Sebagai langkah lanjutan, Tim Kuasa Hukum telah mengajukan gugatan perdata ganti rugi immateriil ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi. Gugatan tersebut diajukan dengan dasar hukum:
Pasal 45 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak
Pasal 82 UU No. 17/2016 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap Anak
Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum
“Ini belum akhir. Ini babak baru. Kami akan kejar keadilan itu, bahkan jika aparat penegak hukum lambat menjemputnya,” tegas Parulian.
Pertanyaan untuk Polres Metro Bekasi: Di Mana Tanggung Jawabmu?
Per 30 Juli 2025, Kanit PPA Polres Metro Bekasi belum memberikan respons atas permintaan konfirmasi ulang dari tim kuasa hukum. Padahal, pada 23 Juli sebelumnya, Kanit sempat menyatakan melalui pesan singkat:
“Siap bang, di atensi segera sy infokan ke Abang perkembangannya.”
Kini publik bertanya-tanya:
Mengapa Niko belum juga ditangkap? Apakah karena ketidakmampuan atau ketidaksungguhan? Berapa lama lagi keadilan harus menunggu?
(Red)