Indeks

Vonis Ringan Kasus Pemerkosaan Anak Tuai Protes, Gugatan Immateriil Diajukan

Bekasi, LiputanHK DaminSada – Tim kuasa hukum korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur resmi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi. Gugatan ini dilayangkan menyusul vonis tetap dalam perkara pidana Nomor: 129/Pir.sus/2025/PN.Ckr (Khusus Anak), sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami korban dan keluarganya.

Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, selaku penasihat hukum korban, menyatakan kekecewaan mendalam terhadap vonis yang dijatuhkan. Ia menilai putusan majelis hakim masih terlalu ringan, terlebih setelah jaksa hanya menuntut 10 tahun penjara, dengan tambahan subsider 1 bulan kurungan dan denda Rp100 juta. Namun, hakim hanya menaikkannya sedikit menjadi 11 tahun penjara, subsider 3 bulan, dan denda Rp1 miliar.

“Kekecewaan kami bukan sekadar soal lamanya hukuman. Ini soal keadilan bagi seorang anak yang mengalami pemerkosaan hingga tiga kali, hamil, melahirkan, dan kini membesarkan anaknya sendiri. Sementara pelaku tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali,” tegas Aslam.

Korban dan Keluarga Hadapi Tekanan Sosial

Tak hanya menghadapi trauma, korban dan keluarganya turut mengalami tekanan sosial. Mereka dikucilkan oleh lingkungan sekitar dan tidak mendapatkan dukungan, baik secara moral, sosial, maupun hukum. Selama proses hukum berlangsung, keluarga korban harus menghadapi semuanya sendiri.

Ironisnya, pelaku sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Unit PPA Polres Metro Bekasi. Namun saat keluarga pelaku mengajukan mediasi, mereka sendiri yang tidak konsisten menjalankannya. Setelah kasus dilimpahkan ke kejaksaan, pihak Jaksa Penuntut Umum justru dinilai kurang komunikatif dan menutup akses komunikasi tanpa penjelasan.

“Korban punya hak untuk tahu perkembangan kasusnya. Sekalipun melalui pesan singkat, JPU semestinya tetap menjaga komunikasi. Ini bagian dari penghormatan terhadap hak-hak korban,” ujar PSF. Parulian Hutahaean, Ketua Tim Advokasi.

Penundaan sidang putusan dari tanggal semula 1 Juli 2025 hingga 22 Juli 2025 tanpa kejelasan turut memperberat kondisi psikologis korban.

Gugatan Immateriil untuk Pemulihan dan Efek Jera

Sebagai kelanjutan dari perjuangan hukum, tim hukum korban kini mengambil langkah gugatan perdata terkait kerugian immateriil. Gugatan ini diajukan sebagai bentuk pemulihan harga diri dan hak-hak korban, sekaligus untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan serupa.

Dasar hukum gugatan ini merujuk pada:

Pasal 45 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menjamin hak anak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 82 ayat (1), (2), dan (4) UU No. 17 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dikenai pidana berat disertai tambahan sanksi ganti kerugian.

Pasal 1365 KUHPerdata, yang mengatur hak seseorang untuk menuntut ganti rugi atas perbuatan melawan hukum, baik kerugian materiil maupun immateriil.

“Ini belum selesai. Ini justru awal dari perjuangan baru untuk menegakkan keadilan yang belum sepenuhnya hadir bagi korban,” pungkas Parulian. (Red)

Exit mobile version