banner 728x480

Vonis Ringan Kasus Kekerasan Seksual Anak, Korban Harus Tangani Segalanya Sendiri, Pelaku Lepas dari Tanggung Jawab

banner 120x600

Bekasi, LiputanHK DaminSada
Rasa kecewa mendalam menyelimuti keluarga korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Bekasi. Harapan akan hadirnya keadilan seakan sirna ketika Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi menjatuhkan vonis 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar kepada terdakwa Bhuba, pelaku kekerasan seksual berulang terhadap anak di bawah umur.

Vonis ini hanya sedikit lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Padahal, kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa sangat berat: berulang kali, terhadap anak di bawah umur, hingga menyebabkan kehamilan.

banner 400x130

“Tiga kali dia lakukan. Korban masih anak. Kini harus melahirkan dan membesarkan anak dari hasil kekerasan seksual sendiri. Pelaku tidak pernah menunjukkan penyesalan apalagi tanggung jawab,” ujar Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, penasihat hukum korban.

Luka yang Diperparah Proses Hukum

Sejak awal, proses hukum yang dilalui tidak memberi harapan besar kepada korban. Bhuba sempat masuk daftar buronan Polres Metro Bekasi, dan ketika pihak keluarga pelaku meminta mediasi, mereka sendiri yang kemudian ingkar. Ketika kasus akhirnya masuk ke kejaksaan, komunikasi antara JPU dan keluarga korban dinilai minim dan tidak transparan.

“Nomor orang tua korban bahkan diblokir oleh JPU. Tak ada kabar, tak ada pemberitahuan tahapan sidang. Kami merasa negara menutup telinga,” lanjut Aslam.

Sidang pembacaan putusan yang seharusnya digelar 1 Juli 2025 juga tertunda tanpa alasan yang jelas dan baru berlangsung pada 22 Juli 2025 — menambah deretan luka psikologis dan ketidakpastian yang harus ditanggung korban.

Padahal, ketentuan hukum sudah sangat jelas. Dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar. Bila perbuatan dilakukan berulang, menyebabkan kehamilan, dan tanpa penyesalan dari pelaku, ancaman hukuman maksimal hingga tambahan pidana kebiri kimia dan publikasi identitas seharusnya diberlakukan (Pasal 82A).

Upaya Lanjut: Gugatan Perdata untuk Pemulihan

Merasa sistem hukum pidana belum memberi keadilan, tim kuasa hukum korban menyatakan akan menempuh jalur perdata dengan menggugat pelaku atas penderitaan korban. Gugatan ini ditaksir bernilai Rp5 miliar hingga Rp10 miliar, mencakup kerugian immateriil seperti:

Trauma psikis berat

Kehilangan masa depan pendidikan

Beban membesarkan anak korban kekerasan seksual

Pengucilan sosial

Ketidakadilan selama proses hukum

“Kami akan ajukan gugatan perdata di PN Kabupaten Bekasi. Ini bukan hanya soal uang, tapi bentuk perlawanan dan pemulihan atas luka yang diabaikan hukum pidana,” tegas PSF. Parulian Hutahaean, Ketua Tim Advokasi Korban.

Seruan Kritis: Negara Harus Hadir, Masyarakat Harus Peduli

Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa penanganan kekerasan seksual anak tidak bisa hanya diukur dari lamanya vonis. Negara harus hadir dalam pemulihan korban, dan memastikan aparat penegak hukum, termasuk JPU, bekerja secara empatik, transparan, dan tidak abai.

Tim hukum korban menyerukan:

1. Evaluasi internal terhadap sikap JPU yang mengabaikan komunikasi dengan keluarga korban

2. LPSK dan Dinas PPPA segera turun tangan memberi pendampingan psikososial

3. Masyarakat berhenti menyalahkan korban dan ikut menjadi pelindung bagi anak-anak sekitar

“Hari ini korban menggendong anak dari hasil kejahatan. Tapi negara belum hadir penuh. Jika negara tak bicara, maka gugatan ini akan menjadi suara bagi keadilan,” tutup Aslam. (Ferry)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x480

banner 728x480

banner 728x480